Apa Pengertian spesies
Native, spesies endemik, spesies introduksi, spesies eksotik, spesies invasif?
Pengertian spesies Asli (Native
Species)
Spesies asli (Native Species) atau
disebut juga indigenous adalah spesies-spesies yang menjadi penduduk
suatu wilayah atau ekosistem secara alami tanpa campur tangan manusia.
Kehadiran spesies ini (baik binatang maupun tumbuhan) melalui proses alami
tanpa intervensi manusia.
Sebagai contoh hewan asli Indonesia adalah Harimau (Panthera tigris).
Binatang ini tersebar luas di benua Asia sejak ratusan tahun yang silam.
Persebaran alami harimau mencapai daerah Indonesia yang kala itu masih menyatu
dengan Asia. Saat permukaan air laut meningkat (6.000 – 12.000 tahun yang
lalu), beberapa harimau terperangkap di pulau Sumatera, Jawa dan Bali. Rusa Sambar yang tersebar di Indonesia,
Thailand, dan Malaysia juga merupakan hewan asli Indonesia.
Pengertian Spesies Endemik (Endemis)
Spesies endemik merupakan gejala alami sebuah
biota untuk menjadi unik pada suatu wilayah geografi tertentu. Sebuah spesies
bisa disebut endemik jika spesies tersebut merupakan spesies asli yang hanya
bisa ditemukan di sebuah tempat tertentu dan tidak ditemukan di wilayah lain.
Wilayah di sini dapat berupa pulau, negara, atau zona tertentu.
Contoh spesies endemik adalah Anoa yang hanya
bisa ditemukan sebagai spesies alami di Sulawesi saja. Juga Rusa Bawean yang keberadaannya secara
alami hanya dijumpai di pulau Bawean, Jawa Timur, Indonesia.
Perbedaan yang harus diperhatikan adalah spesies
asli belum tentu spesies endemik. Namun spesies endemik pastilah spesies asli
wilayah tersebut.
Pengertian Spesies Introduksi
Spesies introduksi (introduced species)
merupakan spesies yang yang berkembang di luar habitat (wilayah) aslinya akibat
campur tangan manusia baik disengaja ataupun tidak. Beberapa spesies ada yang
merusak (bersifat invasif) dan lainnya tidak memiliki dampak negatif bahkan
menguntungkan bagi ekosistem dan manusia yang sering diidentikkan dengan
spesies eksotik.
Morus
spp. yang saat ini berada di Indonesia apakah merupakan spesies Native, spesies
endemik, spesies introduksi, spesies eksotik, atau spesies invasif?
Menurut catatan sejarah usaha pemintalan
benang dan pertenunan kain sutera telah ada di Negara Cina pada masa dinasti
Han (2500 SM). Pada waktu itu mulai
diciptakan alat-alat pengolah kokon sutera dan ditenunnya menjadi kain sutera
yang halus dan diberi nama “Serica” yang berarti “sutera”.
Orang Cina selalu berusaha untuk dapat
mempertahankan bahan sutera sebagai komoditi perdagangan yang hanya dapat
diproduksi di Negara Cina dan merahasiakan asal dan cara menghasilkannya.
Daun pohon murbei dipakai sebagai pakan
ulat sutera. Ulatnya sendiri diternakkan
sampai menghasilkan kokon dan kemudian dipintal menjadi benang sutera. Benang sutera akhirnya ditenun menjadi kain
sutera.
Berkembangnya
persuteraan alam, yang mula-mula hanya terbatas di dalam negeri saja, kemudian
disusul dengan berkembangnya perdagangan dengan negara tetangga dan
negara-negara lain, menjadi bahan dagangan yang cukup menarik bagi para
pedagang. Jaringan perdagangan sutera,
seiring dengan perdagangan lain-lain komoditi, dapat memasuki negara-negara
Eropa lewat jalur karavan yang dulu dikenal sebagai “Silk Road”.
“The Silk Road” atau “Jalur Sutera”
adalah jalur perdagangan sutera yang paling terkenal di Peradaban Cina. Perdagangan ini tumbuh di masa Dinasti Han
(tahun 202 SM sampai tahun 220 SM).
Perdagangan ini akhirnya berkembang
dengan pesat, tidak hanya di antara kaisar-kaisar Negara Cina saja tapi sudah
sampai ke Asia Tengah-India Utara-Parthian-Roma.
Baru pada ± 300 tahun sesudah masehi
negara-negara lain, seperti Korea, India dan Jepang berhasil mvengetahui
rahasia pengolahan sutera dan mulai mengembangkan sendiri persuteraan alam di
negaranya masing-masing dengan cara memasukkan telur ulat dari Cina, serta
mencoba mengembangkan dengan bahan-bahan lokal yang ditemukan.
Perkembangan sutera alam di Indonesia
sudah ada sejak abad ke-10. Dalam
ekspedisi Cham-Cina di abad X dilaporkan, bahwa telah dijumpai
bangsawan-bangsawan Nusantara Indonesia memakai pakaian yang terbuat dari bahan
sutera dan merupakan produk lokal.
Berdasarkan laporan di masa
Dinasti Sung-Cina, benang sutera telah ditemukan di Nusantara di abad ke
XI. Hal ini diperkuat oleh adanya
catatan-catatan sejarah Sung, bahwa pada saat itu Nusantara telah mengimpor
bahan pewarna dari Cina.
Dalam catatan ekspedisi Isidore Hedde di
Nusantara di tahun 1845, ditemukan tiga jenis murbei lokal : Morus australis, Morus javanica dan Morus
indica. Selanjutnya ia menyatakan,
bahwa ketiga jenis murbei tersebut berasal dari sekitar Gunung Gede, Jawa
Barat. Dia juga mencatat, bahwa telah
dibudidayakan beberapa jenis murbei, antara lain Morus multicaulis di daerah Rembang, Jawa Tengah. Di daerah ini ditemukan pula Morus sinensis dan Morus latifolia. Menurut
Isidore Hedde kedua jenis murbei tersebut terakhir ini dibawa ke Jawa dari Cina
oleh M.Bourbon. Ditemukan pula beberapa
jenis murbei yang tidak dapat dipakai untuk pakan ulat sutera antara lain Morus meuritania L, Morus rigina H dan Morus
lasciata N.
Dalam proses perkembangan tanaman murbei
kemungkinan telah terjadi persilangan alamiah antara jenis-jenis murbei yang
dibawa dari negara lain dengan varietas-varietas murbei lokal sehingga
menghasilkan varietas baru yang secara genotipe dan fenotipe lebih baik dari
tetuanya.
Menurut Ryu (1998) dalam
Atmosoedarjo, dkk (2000) menyatakan ada beberapa varietas murbei yang tumbuh
baik di Indonesia pada berbagai ketinggian di atas permukaan laut.
Varietas
|
Species
|
Negeri asal
|
Tinggi dml
|
Kanva 3
|
M.bombycis
|
India
|
400 – 1200
|
Cathayana
|
M.alba
|
Jepang
|
200 – 500
|
Multicaulis
|
M.multicaulis
|
Jepang
|
700 – 1200
|
Lembang
|
M.bombycis
|
Indonesia
|
200 –
500
|
Khumpai
|
M.bombycis
|
Thailand
|
200 –
500
|
Tanaman murbei unggul hanya dapat
diperoleh melalui pemuliaan tanaman.
Salah satu metode pemuliaan tanaman murbei adalah hibridisasi/ persilangan. Tujuan dari hibridisasi adalah untuk
memperoleh varietas murbei yang memiliki produktivitas tinggi, tahan terhadap
kekeringan, memiliki ketahanan yang cukup baik ketika terjadi serangan hama dan
penyakit serta kemampuan stek untuk berakar secara optimal.
Saat ini telah banyak varietas
murbei hasil persilangan yang memiliki kinerja cukup baik pada beberapa lokasi
yang berbeda dan terus digunakan sebagai pakan ulat sutera dalam usaha
budidaya.
Beberapa jenis dan varietas murbei
baru di Indonesia yang memiliki produktivitas daun yang tinggi (Kaomini dan
Mulyono, 1999) disajikan dalam tabel berikut :
No
|
Jenis
murbei
|
Warna
batang
|
Warna
daun
|
Warna
pucuk
|
Bentuk
daun
|
Tepi
daun
|
Permukaan
daun
|
1
|
M.cathayana
|
Coklat
tua
|
Hijau
|
Kuning
kemerahan
|
berlekuk
|
bergerigi
|
Tidak
mengkilap
|
2
|
M.multicaulis
|
Coklat
tua
|
Hijau
|
Hijau
kekuningan
|
Bulat
lebar
|
bergerigi
|
Tidak
mengkilap
|
3
|
M.alba
var.kanva 2
|
Coklat
muda
|
Hijau
|
Hijau
kekuningan
|
Oval,
ukuran sedang
|
bergerigi
|
Tidak
mengkilap
|
4
|
BNK
(Bili-Bili Nigra x M.multicaulis var.Kokuso)
|
Hijau
kecoklatan
|
Hijau
|
Hijau
kekuningan
|
Oval
agak kecil
|
bergerigi
|
mengkilap
|
5
|
M.multicaulis
var.kokuso
|
Hijau
agak kelabu
|
Hijau
gelap
|
Hijau
kekuningan
|
Daun
sirih, tebal
|
bergerigi
|
mengkilap
|
6
|
M.alba
var.DRS 29
|
Coklat
|
Hijau
gelap
|
Hijau
kekuningan
|
Oval,
sedang
|
Bergerigi
Beringgit
|
Tidak
mengkilap
|
7
|
M.indica
var.S54
|
Abu-abu
|
Hijau
|
Hijau
kekuningan
|
Bulat,
cekung
|
Beringgit
Bergerigi
|
Tidak
mengkilap
|
Penjelasan diatas telah memberikan
pemahaman yang cukup bahwa tanaman murbei (Morus
spp) yang saat ini dikembangkan secara intensif dan digunakan dalam budidaya
ulat sutera sebagian tetuanya merupakan spesies native dan sebagian lainnya
merupakan spesies introduksi. Sampai
saat ini tanaman murbei banyak sekali memberikan manfaat dan belum terdapat
laporan baik formal maupun non formal yang menyatakan bahwa tanaman murbei ini
mengganggu spesies lain dalam suatu ekosistem (atau bersifat invasif).